Ayo Bersama Mengungkap Akar Peradaban Karangasem - PDF Flipbook

Ayo Bersama Mengungkap Akar Peradaban Karangasem

101 Views
62 Downloads
PDF 0 Bytes

Download as PDF

REPORT DMCA


AYO BERSAMA MENGUNGKAP

AKAR PERADABAN KARANGASEM

Penanggung Jawab
I Gusti Made Suarbhawa
Penulis
I Nyoman Rema
Ida Ayu Gede Megasuari Indria
Penulis Naskah Adaptasi
A.A. Sagung Mas Ruscitadewi
Sekretariat
A.A Ngurah Bayu Dharma Putra
Ilustrasi & Tata Letak
Dwi Suputra
Kontributor Foto

Balai Arkeologi Bali
Dinas Kebudayaan
Kabupaten
Karangasem

Diterbitkan oleh

Balai Arkeologi Bali

Jalan Raya Sesetan
no. 80 Denpasar
Telp. (0361) 224703
Email:
balaiarkeologi.bali@
kemdikbud.go.id
Laman:
www.balaiarkeologi
bali.kemdikbud.go.id

Cetakan Pertama
September 202

ISBN 978-602-17746-7-0

Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-Undang no. 19 Tahun 2020
tentang Hak Cipta

ii

iii

Kata Pengantar 1 13Tinggalan Masa Sejarah

di Kabupaten Karangasem

Gunung Agung 2 Situs Pura Dukuh 14
dan Pura Besakih 4 Lumpadang
Tinggalan Arkeologi
Yang Bersifat Living Menhir dan Bha- 15
Monument tari Sulemah 16
Prasasti Bugbug
Relief Mukaya 5
Dagdag

Situs Pura Kayu 6 Prasasti 17
Sakti Abang 7 Jung Hyang
Kawasan Desa
Tenganan Situs Pura 18
Pegringsingan Puseh Tumbu
Situs Pura Puseh, 20
Situs Pura 8 Desa Pakraman 21
Yeh Santi 9 Muncan 26
Situs Pura 28
Batan Cagi 10 Kerajaan Karangasem
Situs Pura 10
Kaki Dukun Situs Taman Ujung
Situs Tugu Situs Taman
Batu Jaran Tirta Gangga

Situs Pura 11 Nilai Penting 29
Rambut Pule 11 Pro l Budayawan Bali 30
Batu Andesit

Situs Taikik 12 Daftar Pustaka 31
iv

P uji syukur kami panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atas terbitnya “Buku Pengayaan Rumah Peradaban Karangasem”
yang berjudul Ayo Bersama Mengungkap Akar Peradaban Karan-
gasem. Buku pengayaan ini diterbitkan berkaitan dengan kegia-
tan Rumah Peradaban Karangasem yang merupakan sarana edukasi dan
pemasyarakatan hasil penelitian arkeologi untuk memberikan pemaha-
man tentang akar sejarah dan nilai budaya, peradaban di Karangasem
sebagai sumber inspirasi bagi pengembangan budaya Karangasem yang
berkepribadian. Hal ini sejalan dengan tag line Kabupaten Karangasem
yaitu Karangasem The Spirit of Bali.

Melalui buku ini diharapkan dapat mendekatkan arkeologi
sebagai bagian dari kebutuhan dan pembelajaran dalam kehidupan
masyarakat untuk memahami budayanya sendiri, mengurangi kesenjan-
gan pengetahuan lokal dan global dalam mewujudkan budaya dan
peradaban yang berkesinambungan, toleran, dan membangun bagian
dari memori kebangsaan yang penting untuk melawan lupa, salah
paham, serta membangun mental dan karakter. Sehubungan dengan
hal itu, terdapat tiga nilai penting yang diungkap dalam buku, yaitu
mengungkap, memaknai, dan mencintai tinggalan arkeologi.

Buku ini diharapkan dapat memberikan bekal pengetahuan ten-
tang peninggalan nenek moyang masa lampau di Karangasem kepada
peserta didik, terutama tingkat SMP. Buku ini juga diperuntukkan bagi
guru, oleh karena dapat memperkaya sumber bahan ajar, untuk diberi-
kan kepada peserta didik.

Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama Dinas
Kebudayaan dan Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupat-
en Karangasem, yang telah membantu hingga terbitnya Buku Pen-
gayaan Rumah Peradaban Karangasem ini. Semoga melalui buku ini
dapat diperoleh pemahaman lebih dalam terhadap berbagai aspek yang
berkaitan dengan arkeologi.

Denpasar, September 2020

Kepala Balai Arkeologi Bali

Drs. I Gusti Made Suarbhawa

1

Gunung Agung
dan Pura Besakih

K abupaten Karangasem tidak terlepas dari aktivitas
merupakan bagian dari vulkanik Gunung Agung yang
Provinsi Bali yang terletak masih aktif hingga saat ini.
di ujung timur Pulau Bali.
Karangasem identik dengan Di kaki Gunung Agung
pesona Gunung Agung yang terdapat Pura Besakih yang
merupakan gunung tertinggi terletak di Desa Besakih, Keca-
di Bali. matan Rendang, Karangsem,
Bali. Pura Besakih merupakan
Gunung Agung meletus kompleks pura yang terdiri dari
beberapa kali, salah satu letu- 18 pura, yang berpusat di Pura
san hebat pada tahun 1963. Penataran Agung Besakih de-
Letusan itu meluluhlantakkan ngan 17 pura lain di sekitarnya.
wilayah di sekitarnya dan me-
newaskan ribuan orang. Pura Besakih berfungsi
sebagai tempat pemujaan
Karangasem mendapat umat Hindu di Bali yang cikal
julukan Bumi Lahar karena bakalnya diperkirakan pada
sejarah dan dinamika masa prasejarah sampai saat ini
kehidupan masyarakatnya

2

Pada masa Prasejarah manusia mem-
punyai kepercayaan, bahwa roh orang yang
meninggal akan hidup abadi di alam yang
berlainan dengan tempat manusia hidup.

Arwah nenek moyang dianggap bertem-
pat tinggal di puncak gunung atau bukit
terdekat, sehingga puncak gunung diang-
gap sebagai tempat yang keramat atau
sebagai dunia arwah yang dihormati.

Konsepsi pemujaan nenek moyang ini
melahirkan tata cara menjaga tingkah laku
masyarakat di dunia fana, juga untuk
menambah kesejahteraan di dunia fana
dan akhirat. Hal ini menjiwai tradisi pendi-
rian bangunan-bangunan megalitik terkait
dengan hubungan antara yang hidup
dengan yang mati.

3

Tinggalan
Arkeologi
yang Bersifat
Living Monument

Dalam arkeologi dikenal dua
jenis tinggalan yaitu:

Tinggalan yang bersifat
Dead Monument
atau Tinggalan Yang
Mati.

Tinggalan yang bersifat
Living Monument atau
Tinggalan yang Hidup.

Di Bali sebagian besar
tinggalan arkeologi bersifat
Living Monument atau
tinggalan yang hidup,
maksudnya adalah ting-
galan arkeologi tersebut
masih dimanfaatkan oleh
masyarakat sehingga ting-
galan tersebut terpelihara
dengan baik.

Tinggalan-tinggalan
arkeologi di Bali, khususnya
di Karangasem sebagian
besar ditemukan di pura,
tempat suci, di rumah
maupun desa tradisional
yang disucikan.

Tinggalan-tinggalan
tersebut berasal dari
masa Prasejarah dari
Kebudayaan Megalitikum
atau Batu Besar.

4

Relief
Mukaya Dagdag

Relief adalah pahatan
atau ukiran tiga dimensi.
Relief biasanya dibuat pada
batu atau tanah liat, pada
dinding candi, tempat suci,
bangunan maupun per-
mandian.

Di Karangasem pen-
inggalan berupa relief bisa
dilihat pada dinding Timur
Sungai Jinah, Dusun Pesa-
ban Kawan atau Subak
Mukaya, Desa Pesaban,
Kecamatan Rendang-Ka-
rangasem.

Relief yang dibuat
pada batu padas ini
menggambarkan lelaki
dan perempuan tanpa
busana yang bermakna
sebagai penolak bala,
kesuburan, penciptaan,
kelahiran, alam leluhur
dan lain-lain.

Pahatan relief
sangat sederhana,
dengan hiasan pinggir
berbentuk mata, daun,
suluran, kotak dan ling-
karan atau spiral. Ukiran
pada relief, kemungk-
inan terkait dengan
pemujaan kepada
leluhur.

5

Situs Pura Kayu
Sakti Abang

Pura Kayu Sakti berada di
Desa Adat Basang Alas, Desa
Tribuana, Kecamatan Abang,
Kabupaten Karangasem, Provin-
si Bali.

Tinggalan arkeologi yang
ada di pura ini adalah 4 buah
tahta batu yang dipakai sebagai
media pemujaan kepada
Anglurah Sakti, Panca
Dewata, Bhatara Bagus
Subandar, dan Hyang
Jaya Sakti.

Pada pura ini juga
terdapat batu dakon
berlubang satu.

6

Kawasan Desa

Tenganan

Pegringsingan

Desa Tenganan Pegring-
singan adalah desa tua dengan
budaya unik yang masih ber-
tahan sampai saat ini.

Masyarakat Desa Tenga-
nan masih memegang teguh
berbagai tradisi seperti Ma-
kare-kare atau perang pandan,
kerajinan tenun gringsing, dan
adat istiadat Bali Aga atau Bali
Mula yang berbeda dari
desa-desa di Bali lainnya.

Desa Tenganan yang
terletak di Kecamatan Manggis
tersebut memiliki banyak ting-
galan dari masa megalitik yang
tersebar di pura dan tem-
pat-tempat yang disucikan.

7

Situs Pura
Yeh Santi

Situs Pura Yeh Santi
terletak di ujung utara ruang
pemukiman Desa Adat Tenga-
nan. Tembok dan bangunan
pura ini terbuat dari batu
andesit.

Tinggalan arkelogi di pura
ini antara lain 11 tahta batu,
yang terdiri dari 10 tahta batu
untuk media pemujaan dan
1 tahta batu yang berfungsi
sebagai petirtaan.

Situs Pura Yeh Santi ber-
fungsi sebagai media pemujaan
terhadap roh leluhur dan
kekuatan alam.

8

Situs Pura Batan Cagi

Situs Pura Batan Cagi
berada di ujung selatan di
dalam ruang Desa Adat Tenga-
nan. Pelinggih-pelinggih di
pura ini semua menggunakan
batu alam.

Tinggalan arkelogi di pura
ini berupa 23 struktur batu yang
terletak di sisi selatan. Di pura
ini juga terdapat sebuah bangu-
nan pintu gerbang dibuat dari
susunan batu bata berwarna
coklat dan beratap ijuk yang
berfungsi sebagai salah satu
pintu masuk untuk menuju ke
dalam ruang perkampungan
tradisional Tenganan.

Ada empat bangunan
pintu gerbang seperti ini yang
terletak di empat penjuru
arah mata angin.

9

Situs Pura Kaki Dukun

Situs Pura Kaki Dukun
berlokasi pada lereng sebuah
bukit yang dapat dicapai
dengan menyusuri jalan
setapak yang menanjak mele-
wati hutan dan lahan tegalan
penduduk.

Pada situs ini terdapat
sebuah batu berbentuk bulat
lonjong yang yang dipercayai
memiliki kekuatan magis bagi
warga yang ingin memohon
keturunan dan memohon kes-
embuhan apabila ada warga
yang sakit.

Situs ini dikaitkan dengan
bagian tubuh kuda, diceritakan
di dalam kisah Aswamedayadn-
ya yang dikenal oleh mas-
yarakat Tenganan. Cerita ini
sejalan dengan Wisnu Purana,
Dewa Wisnu disimbulkan
sebagai kuda.

Situs Tugu
Batu Jaran

Situs Tugu Batu Jaran dapat
dicapai dengan melanjutkan
perjalanan mendaki sekitar 500
meter ke arah utara dari situs
Pura Kaki Dukun.

Batu Jaran adalah
sebuah batu alam berbentuk
segitiga tidak beraturan. Sesuai
dengan mithologi masyarakat
lokal bahwa Batu Jaran ini
dianggap sebagai badan kuda.

10

Tinggalan di pura ini
berupa sebuah batu andesit
berukuran besar, merupakan
bagian dari cerita kuda, diper-
caya sebagai rambut kuda.

Legenda tentang kuda
Uncesrawa diperkirakan berasal
dari abad ke-11 M. Batu ini memi-
liki bentuk yang alami, tidak
beraturan dan retak-retak,
berada di bawah pohon besar.

Batu Andesit

Batu ini dipercaya
sebagai yoni yang berkaitan
erat dengan batu bulat lon-
jong dengan beberapa ton-
jolan yang ada di Pura Kaki
Dukun.

Menurut cerita lokal
masyarakat, pura kaki dukun
berpindah karena ditendang
oleh bebotoh yang kalah
dalam perjudian.

11

Tinggalan arkeologi di
Desa Tenganan sebagian
besar berasal dari tradisi
megalitik yang dihubung-
kan dengan legenda kuda
Uncesrawa dari abad ke-11
Masehi dan bagian-bagian

tubuhnya.
Raja-raja masa Bali Kuna
dianggap sebagai perwuju-
dan Dewa Wisnu di dunia
sedangkan kuda dalam
Wisnu Purana merupakan

simbol Dewa Wisnu.

Situs Batu Keben

Batu Keben juga bagian alam/batuan andesit sebagai
dari legenda kuda Uncesrawa, media, berfungsi untuk memo-
yaitu sebagai perut besar kuda, hon keselamatan, dan kesubu-
dengan memanfaatkan batu ran.

Situs Taikik

Situs Taikik oleh
masyarakat dianggap
sebagai kotoran kuda.
Taikik merupakan batu
alam dengan bentuk
tidak beraturan.

Jika disimak dari
legenda kudanya batu
ini dipercaya sebagai
penanda wilayah
Nagara Tranganan
dahulu dan sekarang
disebut Desa Tenga-
nan.

12

Tinggalan Masa Sejarah
di Kabupaten Karangasem

T inggalan arkelogi dari
masa sejarah (setelah
dikenalnya tulisan)
banyak ditemukan di Karan-
gasem. Tinggalan itu berupa
Prasasti Bali Kuno, media
pemujaan, desa kuno dan
permandian.

Tinggalan dari masa
Prasejarah banyak juga
ditemukan berupa tradisi
megalitik, yang dimanfaatkan
pada masa Sejarah.

Kawasan
Desa Bugbug

Di Desa Bugbug terdapat
banyak tinggalan arkeologi yang
ditemukan di Pura Dukuh Lumpadang,
Pura Puseh dan Pura Pihit.

13

Situs
Pura Dukuh
Lumpadang

Pura Dukuh Lumpadang
yang berada di Banjar/Dusun
Lumpadang Kaja, Desa Bugbug,
Kecamatan Karangasem.

Di pura ini terdapat
beberapa tinggalan arkeologi,
berupa arca-arca yang bercorak
sederhana atau primitif dan
tahta batu. Tinggalan ini meru-
pakan tinggalan dari
tradisi megalitik.

14

Menhir dan Bhatari Sulemah

Menhir ini disimpan di
Pura Puseh Bugbug, Br. Puseh,
Br. Dinas Bugbug Kaler, Desa
Bugbug, Kecamatan Karang-
asem.

Di pura ini terdapat ting-
galan arkeologi berupa batu
tegak atau menhir sebagai
media pemujaan Bhatara
Rambut Sedana.

Selain itu terdapat arca
sederhana sebagai media
pemujaan Dewi Pertiwi yang
dalam bahasa lokal disebut
sebagai Bhatari Ayu Sulemah.

Arca ini distanakan pada
sebuah pelinggih di bawah
pohon beringin, tepatnya di
depan Pura Puseh.

15

Prasasti Bugbug

Prasasti ini disimpan di Selain itu, disebutkan pula
Pura Piit, Br. Adat Bencingah, hak-hak istimewa yang dia-
Desa Bugbug Tengah, Keca- nugerahkan raja kepada warga
matan Karangasem. Pada pura desa, kewajiban warga untuk
ini tersimpan juga selonding melakukan pemujaan tertentu,
sejumlah 10 tungguh. serta hukum pembagian waris.

Prasasti Bugbug dikeluar-
kan oleh Raja Jayapangus pada
tahun 1103 Saka atau 1181
Masehi. Prasasti ini dikeluarkan
karena adanya kekecewaan
warga Desa Bugbug terhadap
petugas pemungut pajak. Pra-
sasti Bugbug memuat tentang
pembebasan beberapa jenis
pajak untuk meringankan
beban warga Desa Bugbug.

PERMASALAHAN pajak telah terjadi sejak zaman Bali Kuno,
karena petugas pemungut pajak sering melebih-lebihkan tagi-

hannya kepada masyarakat.
Hal ini salah satu perkara yang meresahkan masyarakat yang
berujung kepada permohonan prasasti oleh masyarakat kepada

raja yang berkuasa waktu itu agar kewajiban dan haknya
dituliskan dalam prasasti.

16

Prasasti Jung Hyang

Prasasti ini disimpan di Mereka diwajibkan membayar
Pura Puseh Desa Adat Ujung, beberapa jenis pajak, pung-
Desa Ujung, Kecamatan Karan- utan, iuran atau yang sejenis
gasem. Di pura ini terdapat itu dan juga melakukan beber-
tinggalan arkeologi berupa apa jenis pekerjaan.
lingga, nandi, dan Prasasti
Ujung Hyang. Di balik itu mereka juga
dibebaskan dari beberapa
Prasasti beraksara dan macam pungutan dan bebera-
berbahasa Jawa/Bali Kuno ini pa kewajiban gotong royong
dipahat pada lembaran temba- serta kerja bakti untuk raja.
ga pada abad ke-10 Masehi. Tulisan dalam prasati yang
Prasasti Ujung dikeluarkan menyebutkan tentang
untuk masyarakat Jung Hyang karàman Jung Hyang atau
atau Wujung Hyang (karàman Wujung Hyang besar kemu-
jung hyang atau wujung ngkinan menjadi asal muasal
hyang). nama Ujung seperti yang
dikenal saat ini.
Di dalamnya menyebut
beberapa hak dan kewajiban
masyarakat Jung Hyang.

17

Situs Pura Puseh Tumbu

Pura ini berada di
Banjar Tumbu Kelod, De-
sa/Kelurahan Tumbu, Keca-
matan Karangasem. Pada
Pura Puseh Tumbu tersim-
pan empat buah arca
perunggu, yang terdiri atas
sebuah arca leluhur bhatara
dan tiga buah arca leluhur
bhatari.

Di pura ini juga
ditemukan empat buah
arca yang terbuat batu
padas terdiri dari tiga arca
leluhur dan sebuah arca
catur mukha (berwajah 4)
yang berasal dari abad 14-15
Masehi. Arca ini kini dis-
tanakan di Bale Agung.

Pada pura ini juga tersim-
pan Prasasti Tumbu yang beras-
al dari abad ke-13 Masehi. Pra-
sasti ini ditatah di atas lempen-
gan tembaga menggunakan
huruf Jawa/Bali Kuno dan
bahasa Jawa Kuno.

18

Prasasti Tumbu
ditetapkan pada hari
Rabu, Umanis, Wurukung
tanggal 13 paro terang,
bulan Cetra tahun 1247
Saka atau 1325 Masehi
oleh Paduka Sri Maharaja
Sri Bhatara Mahaguru
Dharmmotungga
Warmadewa.

Isinya menetapkan
status Desa Tumbu
sebagai desa swatantra
dan dibebaskan dari
beberapa kewajiban.
Ditetapkan pula batas-ba-
tas wilayah desanya, agar
warga Desa Tumbu tidak
diganggu oleh mas-
yarakat desa lainnya,
khususnya warga Desa
Batu Raya dan
Tranganan.

19

Situs Pura Puseh
Desa Pakraman
Muncan

Pura ini berada di Br. Adat Gede,
Br. Dinas Pemuunan, Desa Muncan,
Kecamatan Selat. Dewa utama yang
dipuja di pura ini adalah Ida Bhatara
Lingsir yang distanakan di Gedong
Kehen.

Di pura ini terdapat berbagai
tinggalan arkeologi seperti menhir
yang merupakan tradisi megalitik,
lingga, dan sebuah arca perwujudan
yang memuat angka tahun 1291 Saka
atau 1369 Masehi pada bagian
lapiknya yang ditulis dengan tipe
angka Jawa Kuno.

20

Kerajaan Karangasem berdiri pada abad 17 dengan raja
pertama Ida Anglurah I Gusti Nyoman Karangasem.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Karangasem pada masa
puncak kejayaannya cukup luas meliputi Buleleng,
Jembrana, bahkan hingga ke Pulau Lombok.

S eiring perjalanan waktu, Kerajaan Karangasem
kejayaan Kerajaan Karan- akhirnya berada di bawah
gasem mengalami kekuasaan pemerintah Hindia
pasang surut sehingga menye- Belanda setelah ditaklukan
babkan wilayah kekuasannya pada tahun 1894.
semakin berkurang.

21

Salah satu bagian dari
kerajaan Karangasem yang
menyimpan banyak ting-
galan arkeologi adalah Puri
Kelodan. Puri ini merupakan
awal pusat pemerintahan
Kerajaan Karangasem.

Tinggalan arkeologi
yang ada di puri ini antara
lain arca dwarapala, menhir,
batu ulekan, angkul-angkul,
gapura, gedong China, dan
Gunung Rata.

Puri Kelodan merupa-
kan tempat bertahtanya raja
Karangasem yang bergelar
Ida I Gusti Nyoman Karang (I
Gusti Ketut Karangasem).

Di puri ini terdapat pula
tahta batu yang berfungsi
sebagai tempat duduk raja Ida I
Gusti Nyoman Karang bilamana
mengadakan pertemuan
dengan kerabat atau pejabat
kerajaan.

22

Gedong cina adalah berada pada sisi utara pekaran-
sebuah bangunan dengan gan puri (jeroan). Bangunan ini
model bangunan China. Bangu- merupakan tempat lahirnya
nan ini merupakan hadiah dari Raja Karangasem Ida Bhatara
orang China kepada pihak Alit Sakti. Bagian undakan
keluarga Puri Kelodan yang depan kanan dan kiri bangu-
dibangun pada tahun 1887. nan ini dijaga oleh dua buah
arca dwaraphala.
Bangunan penting lainn-
ya adalah Gunung Rata,

23

Selain Puri Kelodan, Sedangkan di Pecan-
terdapat juga Puri Gede yang dekan terdapat Bale Mas,
juga memiliki kekhasan rangki. Selain itu terdapat Kom-
tersendiri. Ini terlihat dari wujud pleks Lembu Agung memiliki
fisik tata bangunannya, men- Bale Lembu Agung berfungsi
gandung unsur-unsur arsitek- sebagai tempat pengamatan
tur Bali, Eropa, dan Cina. dan paswara kepada mas-
yarakat Kerajaan Karangasem
Secara umum Puri Gede dalam melaksanakan aktivitas
Karangasem dapat di bagi yadnya atau aktifitas lainnya.
menjadi 3 (tiga) yaitu Kompleks
Parhyangan (Utama Mandala),
Kompleks Palebahan (Madya
Mandala) dan Kompleks Benc-
ingah (Nista Mandala).

Pada bagian Madya Man-
dala terdapat beberapa pale-
bahan seperti Palebahan Rum
yang memiliki bangunan yang
masih asli dengan arsitektur
yang mewakili jamannya yaitu
Ukir Kawi/Loji, Gunung Rata,
Bale Cina, Bale Peraduan Istri.

24

Salah satu puri yang juga gapura yang menyerupai
memiliki keunikan adalah Puri menara, Bale Kambang yang
Agung Karangasem yang berada di tengah-tengah kolam
berada di Banjar Pekandelan, sebagai tempat pertemuan
Desa/Kelurahan Karangasem, atau persidangan pada masa
Kecamatan Karangasem, Kabu- kerajaan.
paten Karangasem, Provinsi
Bali. Selain itu terdapat beber-
apa bangunan yang memiliki
Puri ini memiliki ting- keunikan tersendiri, sangat
galan yang sangat menonjolkan arsitektur Bali
unik yaitu yang dipadukan dengan arsi-
tektur Cina dan Belanda.
Bangunan itu adalah Bale
Pamandesan, Maskerdam,
dan Gedong Betawi.

25

Situs Taman Ujung

Taman Ujung Karangas- Pengembangan kolam Dirah
em terletak di Desa Tumbu, menjadi Taman Ujung dikerja-
Kecamatan Karangasem, Kabu- kan oleh seorang arsitek Belan-
paten Karangasem, dibangun da bernama van Den Henzt dan
oleh raja Karangasem I Gusti orang Cina bernama Loto Ang
Bagus Jelantik, yang bergelar pada tahun 1909.
Anak Agung Agung Anglurah
Ketut Karangasem. Pembangunan Taman
Ujung juga melibatkan seorang
Pada masa kolonial undagi atau arsitek adat Bali.
Belanda Taman Ujung disebut Bangunan Taman Ujung
dengan water paleis (bahasa menampakkan alkulturasi
Belanda) atau istana air. Cikal budaya yang sangat kentara
bakal Taman Ujung adalah karena melibatkan arsitek
kolam Dirah, yang telah diban- dari 3 negara.
gun pada tahun 1901.

Raja Karangasem selalu
mengimplementasikan kearifan lokal
Tri Hita Karana dalam membangun
kerajaannya. Hal ini dimulai dari
kearifan menyusun mandala (tata
ruang) kerajaan dengan mengimple-
mentasikan konsep rwa bhineda dan
lokapala, dengan merujuk penempa-
tan suatu bangunan sesuai arah hulu
teben (sakral-profan).

Selain itu Raja Karangasem juga
memiliki keterbukaan terhadap
beragamnya budaya, yang dapat
ditelusuri mulai dari struktur dan
arsitektur pembangunan puri menga-
komodasi budaya yang berasal dari
Klungkung, Buleleng, Cakranega-
ra-Lombok, Cina, dan Belanda.

26

Ciri khas gaya bangunan
Eropa terlihat dari jendela kaca
warna-warni yang merupakan
ciri khas dari gaya bangunan
Eropa dan ukiran-ukiran yang
merupakan rancangan dari
arsitektur lokal Bali.

Selain pembangunan
tempat untuk peristirahatan
raja, di tempat ini dibangun
pula ruang bersemedi untuk
raja dan ruang menerima
tamu. Pembangunan kes-
eluruhan Taman Ujung ram-
pung pada tahun 1921 dan
baru diresmikan pada tahun
1937.

27

Situs Taman Tirta Gangga

Tirta Gangga adalah kom- Secara etimologis, Tirta
plek tempat pemandian Raja Gangga merujuk pada nama
Karangasem, Anak Agung sungai yang sangat disucikan di
Anglurah Ketut Karangasem. India yaitu Sungai Gangga.
Taman air ini terletak di Desa Konstruksi taman air ini dibagi
Ababi, Kecamatan Abang, menjadi tiga komplek sesuai
Kabupaten Karangasem. dengan konsep Bhur Bwah
Swah.
Adanya sumber mata air
Rejasa yang memiliki debit air Komplek pertama berada
cukup besar dan keindahan di bagian paling bawah (Bhur)
alam sekelilingnya me- yang terdiri dari sebuah kolam
nginspirasi Raja Karang- besar yang memiliki sebuah
asem untuk mem- jembatan. Komplek kedua
buat suatu taman berada di bagian tengah
air yang mulai (Bwah) yang terdiri dari menara
dikerjakan air tingkat 11 dan sebuah kolam
tahun 1946. yang dipenuhi ikan koi.

Pada kolam ini terdapat pija-
kan-pijakan sehingga pengun-
jung dapat berjalan mengelilin-
gi kolam. Selain itu, di sini
terdapat pula sebuah kolam
renang.

Komplek ketiga (Swah)
merupakan tempat peristiraha-
tan raja. Komplek ini dilengkapi
tempat meditasi, dua buah
kolam, empat buah menara air
Versailles, sebuah menara air
Victoria, serta kolam renang

untuk anak-anak.

28

Nilai Pendidikan Nilai Agama
Karakter
Tinggalan
Beberapa tinggalan arkeologi arkeologi di Kabu-
kolonial di Kabupaten Karangasem paten Karangasem,
seperti Taman Ujung dan Puri diantaranya
Kelodan, menampilkan adanya adalah ba-
perpaduan dari beberapa unsur ngunan
budaya, tanpa meninggalkan karak- suci dan
ter asli budaya Indonesia. juga arca yang
disucikan oleh
Para pendahulu kita telah masyarakat
memiliki kemampuan untuk berko- setempat.
laborasi secara harmonis dengan
kebudayaan bangsa lain, tanpa Artefak
menghilangkan akar-akar kebu- tersebut merupakan
dayaan bangsa sendiri. Oleh karena media pendidikan
itu, sangatlah tepat apabila tinggalan untuk memahami nilai dan seja-
arkeologi tersebut dimanfaatkan rah agama, karena bangunan suci
sebagai media pengenalan jati diri yang diwariskan secara turun temu-
dan kepribadian bangsa Indonesia. run tersebut, merupakan wujud
nyata bakti dan takwa mereka
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai sosial

Temuan prasasti di wilayah
Kabupaten Karangasem berjumlah
cukup banyak. Pada masa lalu, keten-
tuan-ketentuan yang tertuang dalam
prasasti tidak boleh dilanggar oleh
masyarakat. Ketentuan yang sama
juga berlaku di masa sekarang, yakni
masyarakat harus menaati aturan
dan perundangan yang diberlakukan
oleh pemerintah.

Nilai Sejarah

Tinggalan arkeologi yang
ditemukan di Kabupaten Karang-
asem cukup beragam, mulai dari
masa prasejarah hingga masa
kolonial. Seluruh tinggalan arkeologi
tersebut merupakan bukti otentik
perjalanan panjang sejarah
Kabupaten Karangasem, hingga
ke masa kini.

29

Prof. Ida Bagus Mantra

L ahir di Denpasar 8 Mei 1928, putra dari Ida Bagus Rai yang leluhurnya
berasal dari Desa Duda, Kecamatan Selat, Karangasem. Ida Bagus Mantra
sempat mengenyam pendidikan kolonial sampai tingkat SMA yang meng-
gunakan bahasa pengantar bahasa Belanda, yaitu sejak tingkatan perta-
ma, baik di Europeesche Lagere School (ELS) di Denpasar, Hollandsch-Inlandsche
School (HIS) di Singaraja, maupun Algemene Middelbare School (AMS) di
Makasar.

Prof. Ida Bagus Mantra sejak kecil telah tertarik mewarisi dan terhanyut
dalam bakat seni orang tua dan leluhurnya. Kecintaannya terhadap seni dan
sastra mengantarkannya ke jenjang pendidikan doktor di India.

Perjuangan dan keberhasilan menuntut ilmu setinggi-tingginya, berbekal
wawasan kebudayaan mendalam tentang pertemuan kebudayaan Timur dan
Barat. Dengan titik berat pada bidang seni dan kesenian dalam arti luas dalam
skala universal dipadukan dengan jati diri dan kepribadian bangsa pada skala
Nasional, merupakan landasan alur pemikiran Prof. Mantra. Berbagai peran dalam
pentas kehidupannya senantiasa dilandasi oleh model pendekatan keterpaduan
tersebut. Lebih eksplisit dinyatakan bahwa melalui seni dan kesenian dalam arti
yang luas, jati diri dan harkat kemanusiaan akan lebih menampakkan wujudnya.

Prof. Ida Bagus Mantra sadar bahwa pembangunan Bali dengan melihat
sejarah dan kondisi sosio-budaya, geogra , dan politiknya lebih tepat dimulai dari
menyadarkan masyarakat Bali akan pentingnya pemahaman akan jati dirinya
sebagai masyarakat berbudaya yang khas. Pemahamannya yang mendalam
terhadap budaya Bali nampaknya sebagai titik tolak dalam sepak terjangnya
hidup bermasyarakat baik dalam kapasitasnya sebagai anggota masyarakat
(krama desa pakraman) maupun sebagai abdi Negara.

Dalam pengabdiannya sebagai ilmuwan sekaligus birokrat Prof. Ida Bagus
Mantra pernah menjadi Dekan Fakultas Sastra Udayana, Rektor Universitas Udaya-
na, Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Gubernur Bali,
Duta besar RI di India, dan anggota Dewan Pertimbangan Agung.

30

Boechari. 1977. “Epigrafi Dan Sejarah Indonesia.” Majalah Arkeologi. 1(2): 1-40.
Djafar, Hasan. 1990. “Historiografi dalam Prasasti.” Majalah Arkeologi. 6(1): 3-50.
Bakker, J.W.M. 1972. Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Budaya

IKIP Sanata Dharma Yogyakarya.
Haribuana, I Putu Yuda. 2019. Kajian Awal Relief Mukaya Dagdag, Desa Pesaban, Kec.

Rendang, Kab .Karangasem-Bali. "Laporan Penelitian" Denpasar: Balai Arkeologi Bali
Kartakusuma, Richadiana. 2003. “Peran dan Fungsi Epigrafis sebagai Bidang Studi

Sumber Tertulis dan Permasalahannya.” Dalam Cakrawala Arkeologi: Persem
bahan untuk Prof. Mundarjito, disunting oleh R.Cecep Eka Permana, Wanny
Rahardjo W, Chaksana A.H. Said. Hal. 199-217. Depok: Jurusan Arkeologi,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Kohdrata, Naniek. 2012. Studi Pustaka Taman Air Kerajaan di Karangasem. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika 1 (1) : 46-59.
Mathews, Anna. 2012. “Letusan Gunung Agung.” Dalam Adrian Vickers (Penyusun)
Bali Tempo Doeloe. Jakarta: Komunitas Bambu.
Suarbhawa, I Gusti Made, I Nyoman Sunarya, I Wayan Sumerata, Luh Suwita Utami.
2013. Berita Penelitian Arkeologi: Prasasti Sukawana. Denpasar: Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan, Balaji Arkeologi Denpasar.
----------------. I Nyoman Sunarya, Hedwi Prihatmoko. 2015. Penelitian Prasasti Di Pura
Puseh Peninjoan, Banjar Dinas Paleg Kelod, Desa Tianyar Timur, Kecamatan
Kubu, Kabupaten Karangasem. “Laporan Inventarisasi Karangasem”, Dinas Kebudayaan
Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem.
Sunarya, I Nyoman. 2014. “Prasasti Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharm
motungga Warmmadewa di Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem, Kabupaten
Karangasem, Bali.” Forum Arkeologi. 27(1): 33–44.
Tim Inventaris. 2015. Inventarisasi Tinggalan Arkeologi di Kabupaten Karangasem.
“Laporan Inventarisasi Karangasem”, Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Kabu
paten Karangasem.
Tim Inventaris. 2016. Inventarisasi Tinggalan Arkeologi di Kabupaten Karangasem.
“Laporan Inventarisasi Karangasem”, Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karangasem.
Tim Inventaris. 2017. Inventarisasi Tinggalan Arkeologi di Kabupaten Karangasem.
“Laporan Inventarisasi Karangasem”, Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karangasem.
Tim Inventaris. 2018. Inventarisasi Tinggalan Arkeologi di Kabupaten Karangasem.
“Laporan Inventarisasi Karangasem”, Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karangasem.
Tim Inventaris. 2019. Inventarisasi Tinggalan Arkeologi di Kabupaten Karangasem.
“Laporan Inventarisasi Karangasem”, Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karangasem.
Tim Inventaris. 2020. Inventarisasi Tinggalan Arkeologi di Kabupaten Karangasem.
“Laporan Inventarisasi Karangasem”, Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karangasem.
Widoere. 2009. Tirtagangga. URL: http://www.tirtagangga.nl. diakses: 9 Juni 2020

31


Data Loading...